“Mengapa Saya Harus Tahsin Qur’an?”
“Mengapa
Saya Harus Tahsin Qur’an?”
PART
1
Oleh : Rahmad Arbadilah Damanik
Oleh : Rahmad Arbadilah Damanik
Divisi Asistensi
Ilmu Komunikasi 2018
Ilmu Komunikasi 2018
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullah
wabarakatuh.
Mengapa harus
tahsin? Mungkin pertanyaan ini sering muncul di benak orang banyak atau mungkin
dari saudaraku yang sedang membaca tulisan singkat saya ini. Ya, memang saya
bukanlah ahli dalam teori maupun prakteknya. Tidak pula saya berani menyelam
terlalu jauh terkait pembahasan dari definisi tajwid dan tahsin, hukum
mempelajari tajwid, hukum-hukum tajwid, dan pembahasan lainnya. Karena itu
semua telah dijelaskan oleh para ulama, ustadz dan ahli Qur’an lainnya dan
juga sudah banyak buku yang membahasnya. Saya sama-sama masih dalam proses
belajar, yang ingin memberikan sedikit dorongan dan motivasi kepada
saudara-saudariku sekalian untuk merasakan indahnya tahsin seperti yang saya
rasakan sampai saat ini. Semoga tulisan ini
bermanfaat untuk saya pribadi terutama, dan juga kepada saudara-saudariku se
iman agar selalu berusaha memperbaiki bacaan Al-Qur’an kita.
Berbicara mengenai
tahsin, istilah tahsin sudah tidak asing lagi didengar oleh kebanyakan
masyarakat terutama bagi mereka yang selalu berusaha bermesraan bersama
Al-Qur’an dengan segala kesempurnaan bacaannya. Istilah tersebut juga disandingkan
dengan istilah tajwid, yang artinya membaguskan serta biasa difahami sebagai
ilmu yang mempelajari tata cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Namun
disini saya tidak mengajarkan satu persatu mengenai hukum-hukum serta cara
pengucapan dari masing-masing huruf tersebut, maka dari itu pentingnya kita
perlu mengikuti kegiatan tahsin guna mencapai penguasaan baik itu dari segi
teorinya maupun dari segi prakteknya. Karena memang pada realitasnya, tidak
sedikit ditemui orang menguasai teorinya, namun keliru dalam penerapannya.
Untuk itu diperlukannya tahsin Al-Qur’an, karena dalam kegiatannya, bacaan kita
akan diperdengarkan kepada guru atau pengajar kita. Sehingga bacaan kita InsyaAllah terhindar dari
kesalahan-kesalahan (lahn).
Dikarenakan bacaan kita akan dikoreksi langsung dan diberikan contoh pelafalannya serta penjelasan hukum dari ayat yang kita baca. Contoh, misalnya suatu bacaan memiliki sifat hams, yakni keluarnya nafas ketika mengucapkan huruf dalam hal ini huruf “kaf” yang sukun pada lafazh “Allahu Akbar”. Atau kadar panjang pada mad asli yakni 2 harokat, namun bagaimana panjang 2 harokat yang benar itu? Atau kadar dengung pada idgham, samar pada ikhfa, dsb. Itu semua perlu belajar bersama yang lebih ahli dibidangnya. Ya benar, tidak akan kita dapati selain mengikuti tahsin.
Dikarenakan bacaan kita akan dikoreksi langsung dan diberikan contoh pelafalannya serta penjelasan hukum dari ayat yang kita baca. Contoh, misalnya suatu bacaan memiliki sifat hams, yakni keluarnya nafas ketika mengucapkan huruf dalam hal ini huruf “kaf” yang sukun pada lafazh “Allahu Akbar”. Atau kadar panjang pada mad asli yakni 2 harokat, namun bagaimana panjang 2 harokat yang benar itu? Atau kadar dengung pada idgham, samar pada ikhfa, dsb. Itu semua perlu belajar bersama yang lebih ahli dibidangnya. Ya benar, tidak akan kita dapati selain mengikuti tahsin.
Kalau berbicara
mengenai hukum dari mempelajari tajwid itu sendiri, ada yang berpendapat fardhu
kifayah dan wajib apabila seseorang terjerumus kepada kesalahan atau perubahan
struktur kalimat dan kerusakan makna. Namun terlepas dari hukum tersebut,
tentunya kita sebagai seorang muslim harus bisa membaca Al-Qur’an dengan baik
dan benar.
Guru saya pernah berkata, “Intinya kita belajar tahsin ini bagaimana kita mempersembahkan bacaan yang terbaik kepada Allah Azza Wajalla”.
Ya itu benar sekali. Setelah saya fikir-fikir terkadang untuk urusan dunia, kita selalu menampilkan atau mempersembahkan yang terbaik. Contoh saat mau presentasi di kelas, saat akan menjadi MC, saat akan mengisi seminar, saat akan membaca puisi, dll. Tentunya itu semua telah kita persiapkan melalui latihan dan pembiasaan. Apalagi apabila itu acara bergengsi seperti lomba misalnya. Ditambah lagi apabila yang hadir itu orang-orang yang wah dan spesial. Lantas, bagaimana Al-Qur’an yang ditujukan kepada Allah Sang Maha Menciptakan lagi Maha Besar? Harus lebih pantas memberikan yang terbaik tentunya.
Guru saya pernah berkata, “Intinya kita belajar tahsin ini bagaimana kita mempersembahkan bacaan yang terbaik kepada Allah Azza Wajalla”.
Ya itu benar sekali. Setelah saya fikir-fikir terkadang untuk urusan dunia, kita selalu menampilkan atau mempersembahkan yang terbaik. Contoh saat mau presentasi di kelas, saat akan menjadi MC, saat akan mengisi seminar, saat akan membaca puisi, dll. Tentunya itu semua telah kita persiapkan melalui latihan dan pembiasaan. Apalagi apabila itu acara bergengsi seperti lomba misalnya. Ditambah lagi apabila yang hadir itu orang-orang yang wah dan spesial. Lantas, bagaimana Al-Qur’an yang ditujukan kepada Allah Sang Maha Menciptakan lagi Maha Besar? Harus lebih pantas memberikan yang terbaik tentunya.
Mengapa saya
harus tahsin? Dari kalimat tersebut barangkali ada yang berfikir kok
menggunakan kata “harus” dibandingkan “perlu” (mengapa saya perlu tahsin?).
Kalau saya sih tidak terlalu mempermasalahkan. Hanya saja saya lebih nyaman dan
lebih bersemangat apabila menggunakan kata harus. Dan menurut saya pemilihan
suatu kata itu dapat memberikan dampak kepada sesuatu. Sama halnya ketika kita berujar
“saya harus bisa bahasa inggris!”, atau “saya harus bisa memilki badan yang
ideal!” yang terkesan memberikan kita komitmen dan energi untuk berusaha
mencapainya. Namun kata perlu terkesan tidak terlalu penting atau kurang perlu,
menurut saya. Guru saya pernah mengatakan bahwa jadikan tahsin itu prioritas,
bukan sampingan. Kemudian beliau menganalogikan layaknya seperti seorang yang
memiliki profesi sebagai seorang Manajer yang memiliki usaha sampingan menjual
bakso tusuk sepulang dia bekerja di suatu perusahaan. Tentunya dia
memprioritaskan pekerjaan dia sebagai seorang manajer karena gajinya lebih
besar. Begitupun tahsin, apabila kita jadikan prioritas maka kita selalu
berusaha dan bersemangat untuk selalu belajar dan nampak pula hasilnya. Namun tetap
tiada masalah anda bebas memilih kata yang cocok menurut anda.
Mengapa saya
harus tahsin? Terkadang adakalanya kita diperbolehkan untuk hasad. Tunggu dulu,
bukan bukan benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang
dimaksud. Ini merupakan sifat tercela. Namun berkeinginan untuk semisal dengan
orang, tanpa menghilangkan nikmat yang ada pada orang tersebut. Inilah yang
terpuji dan biasa disebut ghibthoh oleh
para ulama. Berhenti iri dengan teman yang memliki “Iphone 11 Pro”. Pertanyaannya,
apakah anda pernah iri kepada orang yang lancar membaca Al-Qur’an dengan benar?
Jika belum dipersilahkan dengan tujuan agar termotivasi dan ber fastabiqul khairat! (berlomba-lomba
dalam kebaikan). Dalilnya, dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Tidak
boleh hasad (ghibthoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah
anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan, dan orang yang
Allah beri karunia ilmu (Al-Qur’an dan As-Sunnah, ia menunaikannya dan
mengajarkannya.” (HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no.
816).
Mengapa
saya harus tahsin? Ada beberapa kasus yang saya temui terkait alasan orang
yang belum mau belajar tahsin, diantaranya adalah malu karena sudah besar.
Untuk menjawab ini sebenarnya simple
saja. Yakni “Jangan malu belajar ngaji karena sudah besar, tapi malulah sudah
besar belum bisa ngaji” artinya kita malu karena sampai sejauh perjalanan hidup
kita ini kita belum bisa membaca Al-Qur’an sehingga tidak ada kata terlambat untuk
mempelajarinya. No gengsi-gengsi dalam
mempelajari Al-Quran. Malulah kepada Allah ketika dalam hal dunia kita bergelar
“S1”, namun dalam hal urusan akhirat seperti “TK” atau dibawahnya. Dan
mempelajari Al-Qur’an, merupakan salah satu urusan akhirat. Ada juga yang
mengatakan bahwa “saya sibuk sekali nih”,
seakan tidak memiliki waktu untuk belajar Al-Quran. Alasan sibuk ini, itu,
pokonya semuanya. Sehingga tidak memiliki waktu luang. Menurut saya “Jangan
mencari waktu luang, tapi luangkanlah waktumu” InsyaAllah kalau mau meluangkan waktu, pasti ada jalan.
Ada juga yang beranggapan
sudah bisa dan puas dengan bacaannya. Apalagi dahulu sudah nasi kuningan.
Padahal prinsip kita jangan pernah berhenti belajar dan merasa puas dengan apa
yang kita dapatkan, apalagi berkaitan dengan ilmu. Kalau boleh jujur, saya
memiliki sifat itu dahulu, setelah tamat IQRO’ kemudian dilanjutkan dengan
Al-Qur’an dan merasa puas dengan bacaan saya. Ya merasa udah mantap deh! Namun
semuanya berakhir dengan rasa penyesalan, ambyar,
serta heran saat tahsin lanjutan. “Kok bisa banyak yang salah ya, jadi
selama ini…” gumam dalam hati sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. Apalagi
hampir di semua tempat yang saya amati, kebanyakan kita belajar dengan
guru-guru pengajian di kampung yang terkadang menyimak bacaan 3 orang
sekaligus, wow. Padahal efektifnya guru focus menyimak bacaan muridnya satu
persatu.
Mungkin cukup
sampai di part 1 ini cerita dari saya, InsyaAllah
saya akan mengirimkan di part
berikutnya. Saya takut saudara-saudari sekalian jenuh membaca tulisan saya ini,
karena cukup panjang dan membosankan. Tapi saya yakin kita semua tidak jenuh
untuk berubah menjadi baik. Dan saya rasa sejauh ini, saya ber Hudznudzon, kepada saudara-saudariku sekalian sudah
terbesit dalam dirinya untuk belajar tahsin. Segeralah berubah! Cari teman,
tempat, serta fasilitas yang mendukung kita.
Foto : Fitri Ramadhani dari blogg https://andri0204.files.wordpress.com/2015/02/belajar-mengaji.jpg |
Ana hanyalah seorang yang fakir ilmu lagi tidak lebih mulia dari pada antum sekalian. Semoga sejauh ini ada manfaatnya, dan semoga Allah mengampuni ana serta mengistiqomahakan ana dan antum sekalian untuk berada dalam dinul haq dan perlombaan dalam kebaikan ini. Aaamiin.
Barakallahu Fiikum.
Luar biasa tulisannya. Semoga banyak hati-hati yang tergerak untuk terus belajar melalui tulisan ini.
BalasHapusDitunggu tulisan-tulisan selanjutnya ✊✊
MasyaaAllah syukran tulisannya. Jadi makin ingin belajar tahsin. Dengan kata harus karena perlu.
BalasHapus🙏🙏🙏
BalasHapus