Langkah Kecil untuk Indonesia Besar

         Masyarakat Indonesia hampir setiap saat diberitakan tentang krisis kemunduran moral bangsa. Hampir semua media ikut memberitakan.  Mulai dari pemberitaan melalui media cetak, media elektronik sampai pada media massa lainnya yang rasanya tak akan pernah ada habisnya. Berita yang disuguhkan pun beraneka ragam. Mulai dari kasus pencurian sandal, pencurian buah, kasus pemerkosaan, pembunuhan, narkoba, pergaulan bebas remaja, sex bebas, terorisme  dan sampai pada kasus para pejabat Negara yang melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Seolah permasalahan moral bukan hanya pada lapisan bawah yang mungkin bisa beralasan karena kondisi perekonomian yang lemah. Justru yang sangat disayangkan adalah pelaku dari para pejabat Negara yang mempunyai latar belakang ekonomi lebih dari cukup pun masih sanggup melakukan kejahatan. Tentu hal ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi bukanlah faktor utama untuk memperbaiki moral bangsa.
            Dalam sebuah syair yang sering diulang-ulang oleh Hasan Al-bana:
“Demi hidupmu, tidaklah negeri sempit karena penduduknya. Tapi yang menjadikan sempit ialah akhlak pemimpin-pemimpinnya”.
            Dari syair diatas, seolah sangat sesuai dengan kondisi bangsa ini. Ketauladanan para pemimpin masih sangat kurang dirasakan. Pemimpin yang seharusnya mengayomi dan memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat yang sangat kurang, malah sebaliknya. Hanya memperkaya diri, kelurga dan golongannya. Bangsa yang sungguh banyak kekayaan alam yang melimpah ruah,  70 % wilayah perairan yang mengandung banyak kekayaan laut, wilayah daratan yang terhampar luas, tanah yang subur, pegunungan yang indah, hutan, air, minyak bumi, gas, bebatuan dan banyak lagi kekayaan alam lainnya seolah tidak akan pernah cukup bila yang mengelola adalah pemimpin yang masih berakhlak buruk. Sekali lagi, kondisi ekonomi bukanlah faktor utama dan pertama untuk memperbaiki moral bangsa, melainkan akhlak. Akhlak yang mampu membawa perubahan pada setiap aspek kehidupan bangsa yang harus segera diperbaiki.  Karena seberapa banyak pun kekayaan bangsa ini, bila tidak dikelola oleh pemimpin yang berakhlak mulia untuk kemaslahatan rakyatnya, maka mustahil kemakmuran dan kesejahteraan akan tercapai sesuai dengan cita-cita kemerdekaan bangsa.
            Islam telah lama mengajarkan pentingnya akhlak pada setiap insan. Islam memandang akhlak sebagai sebagian dari pada iman atau sebagian dari buah iman yang matang. Sehingga Rasulullah pernah bersabda akan tujuan diutusnya oleh Allah SWT adalah untuk menyempunakan akhlah manusia, yaitu akhlak yang mulia. Jika pada hari ini kita masih galau untuk mencari teladan dalam segala aspek kehidupan. Maka kembalikan kepada Rasulullah SAW. Dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya Al-qur’an surah Al-Ahzab ayat 21:
“ Sungguh,  telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (Al-Ahzab: 21)
Nah, bagaimana untuk mewujudkan dan membina akhlak yang dimaksudkan diatas, sehingga pemimpin bangsa ini kedepan mampu mengelola negara dengan akhlak yang mulia terutama dikalangan mahasiswa muslim ? langkah kecil namun pasti untuk kita sebagai mahasiswa yang merupakan generasi muda penerus bangsa. Maka untuk menjawab pertanyaan diatas, mau tidak mau bahwa tarbiyah atau pendidikan islam adalah langkah yang tepat. Salah satu bentuk atau metode tarbiyah untuk membina akhlak manusia terutama dikalangan mahasiswa adalah dengan asistensi/ mentoring. Asistensi merupakan kegiatan tambahan di matakuliah agama islam yang bertujuan membantu pemahaman mahasiswa akan agama islam. Kegiatan ini umumnya dilakukan setiap pekan diperkuliahan semester satu. Mahasiswa baru muslim, mereka akan dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok belajar yang  terdiri dari beberapa mahasiswa dan seorang pementor sebagai kakak pembimbing. Hal ini berangkat dari Kondisi kurikulum yang lagi-lagi menjadi pertanyaan besar di dunia pendidikan yang masih bertolak belakang dengan tujuan yang akan diharapkan. Saat ini pendidikan agama diyakini sebagai matakuliah pengembangan nilai moral atau akhlak mahasiswa. Namun apakah mungkin dengan kondisi waktu dan beban sks yang hanya dua sks mampu mewujudkan manusia yang berakhal mulia? sedangkan agama islam bukan hanya pengetahuan teoritis saja. Melainkan pemahaman yang harus diikuti dengan tindakan dan keyakinan yang senantiasa harus dibiasakann serta butuh bimbingan. Kegelisahan hal inilah yang menjadikan asistensi seharusnya menjadi solusi dari masalah akhlak dalam matakuliah agama islam.

Bukankah dalam tujuan pendidikan nasional pun mengamanatkan kepada kita bahwa pendidikan bertujuan untuk  mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3, UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

Mahasiswa sebagai generasi muda merupakan aset bangsa yang harus dikembangkan. Disamping mahasiswa adalah kaum yang terdidik secara keilmuan, mahasiswa juga adalah pemuda yang akan melanjutkan kepemimpinan dan pembangunan bangsa dimasa depan. Bisa dikatakan bahwa dimasa mahasiswa adalah masa persiapan dan pembekalan sebelum terjun dalam dunia praktek yang sesungguhnya. Sehingga pembinaan dan penanaman akhlak harus dilakukan sejak dini. Nah, asistensi hadir sebagai wadah penanaman akhlak mahasiswa. Betapa tidak, bahwa lagi-lagi agama bukan hanya pemahaman saja, melainkan harus diiringi dengan perbuatan dan tindakan sebagai praktek dari pemahaman, diikuti dengan keyakinan serta selalu dibiasakan. Conton kecilnya saja adalah dalam praktek ibadah yaitu shalat. Bisa dikatakan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia adalah beragama islam. Tak sedikit dari mereka bahkan semuanya tahu bahwa shalat adalah kewajiban. Lantas apakah semunya sudah melakukan yang seharunya menjadi kewajiban?
Asistensi memang bukanlah segalanya. Namun segalanya bisa berawal dari asistensi. Begitulah kata-kata yang terus menjadi semangat para pementor akan pengorbanan untuk mengajak mahasiswa agar bisa ikut asistensi.  Kita semua sepakat bahwa kesuksesan yang besar tentunya berawal dari langkah-langkah yang kecil. Ibarat seperti menaiki sebuah tangga, maka untuk mencapai tangga yang ke seratus kita harus mampu melewati tangga ke-satu dahulu. Artinya proses dan tahapan-tahapan untuk mewujudkan kesuksesan merupakan point penting  sebagai catatan kemajuan bangsa ini. Karena perubahan itu dimulai dari hal-hal kecil, dari diri sendiri dan dimulai dari sekarang.
Metode belajar kelompok di asistensi memang lebih efektif. Selain berdiskusi tentang pengetahuan atau pemahaman seputar islam dan kondisi sosial sekarang, tak sedikit dari sini lahirlah pemikiran dan ide-ide baru untuk mencapai mimpi-mimpi besar demi kemajuan bangsa.  Kita juga dapat mempraktekkan langsung kewajiban-kewajiban seperti shalat, membaca Al-quran, hafalan surat, khutbah dan lain-lain yang nantinya bisa langsung dievaluasi bersama dengan bimbingan kakak dan abang pementor.

Selain itu, mahasiswa juga dibekali pemahaman akan tugas dan tantangan saat ini dan kedepan dalam mengemban amanah sebagai pemuda islam. Sehingga dari sekarang mereka siap untuk memperbaiki diri dan mengembangkan setiap potensinya untuk kemajuan-kemajuan dimasa depan bagi agamanya, masyarakat, bangsa dan Negara. Bahwa persoalan akhlak adalah masalah yang menjadi dasar masalah bangsa.  sehingga Kami yakin, dengan kelompok-kelompok kecil asistensi yang senantiasa memupuk pengetahuan dan tindakan yang islami akan mampu memperbaiki dan memberikan kontribusi yang nyata melahirkan calon-calon pemimpin yang berakhlak mulia menuju Indonesia yang lebih besar. Besar bukan hanya karena wilayahnya yang luas, bukan juga besar karena bangsa lain, namun besar karena akhlak mulia setiap masyarakat dan pemimpin bangsa yang kemudian Allah SWT rela dan ridha untuk senantiasa menurunkan keberkahan dan rahmat sehingga menjadikan bangsa Indonesia negeri yang baldatun tayyibatul warafur ghaffur. Aamiin..

Pekanbaru, 12 januari 2014
                                                                                                                                            Deni Hariandi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEPSEN PAMIT : Kesan Pesan Demisioner LSMI Almadani 2019

Mereka yang Berhijrah tanpa Menyentuh Bangku Pesantren