Surat Cinta untuk ALMADANI
Assalamualaikum,
akhi wa ukhti yang ana cintai karena Allah.
Bagaimana kabarnya?
Sehat? Ana selalu doakan agar akhi/ukhti dalam keadaan sehat dan dimudahkan
segala urusannya.
Bila dalam
kesusahan, ceritakanlah. Biar ana temankan akhi/ukhti menyelesaikannya. Bahu
ana masih sanggup untuk menopang kesah akhi/ukhti layaknya kita sering lakukan
dulu. Namun, bila itu adalah hal yang tiada bisa akhi/ukhti ceritakan pada ana,
biarlah doa ana menyertai akhi/ukhti agar Allah memudahkan itu semua. Menghapus
segala resah dalam kerisauan, biar ia tiada berlarut-larut.
Akhi/ukhti. Sudah
lama ana tak menyapa ramah padamu. Bukan lupa, tapi kelalaian seperti menjadi
menghinggapi diri ini. Lupa bahwa masih ada akhi/ukhti yang ana butuh dan rindu
akan senyumannya. Rindu akan pertemuan yang selalu dihiasi kabar gembira.
Senang saja rasanya, nyaman dalam bercengkerama.
Akhi/ukhti. Masih
ingatkah ketika kita diawal dulu masuk kuliah? Kita seperti bingung, lebih lagi
seakan linglung. Mau berbuat apa di awal perkuliahan, ah! Sepertinya masa SMA
lebih nyaman menjadi tempat kembali kala itu. Malas untuk menyesuaikan diri
dengan apa yang tengah kita hadapi di awal masa kuliah.
Namun, itu tiada
lama. Ingat bagaimana ramahnya abang/kakak kita yang begitu ramah menyapa kita?
Bukan sekadar kata “hai”, tapi lebih dari pada itu.
“Assalamualaikum,
dinda,” lalu senyuman menyertai salam itu.
Ya. Wajah
abang/kakak itu yang masih kita ingat jelas di kenangan kita. Mau rasanya ana
mengajak akhi/ukhti kembali ke masa itu. Hanya saja itu sudah berlalu. Sudah
beberapa waktu lalu.
Dan ya, masih
ingatkah akhi/ukhti agenda rutin kita di Senin dan Kamis dulu? Jelang maghrib
berkumpul jelang waktu berbuka. Bukan tiga-empat orang dari kita. Bila boleh
ana mengingat, dua puluh bukanlah jumlah yang jarang kita temui saat kita
berbuka puasa bersama. Riuh-riang berkumpul, melepas lelah usai malam
sebelumnya begadang. Memadukan tugas kuliah dan agenda dakwah kita di keesokan
paginya. Ya, jelas paginya kita justru berkerja ekstra. Menyeka peluh sesekali
menyusun bangku atau peralatan yang kita takar-takar selalu serasa tak sempurna
untuk misi yang besar kala itu. Seolah sajian kita mengagungkan Islam melalui
apa yang kita buat begitu menuntut kesempurnaan.
Namun lagi-lagi,
bila semua itu usai, puas rasanya mempersembahkan yang terbaik untuk agama
Allah ini.
Ana rindu masa itu.
Ana rindu masa dimana kita bukan sekadar mengenal kata “sepakat” di dalam
syuro. Tapi senang dan damai menjalankannya. Serasa keluarga ana di kampung nan
jauh di sana terbawa serta dengan adanya akhi/ukhti. Rindu dimana akhi/ukhti
menegur ramah, bukan menegur marah. Rindu masa dimana kita tak peduli siapa
yang dahulu memulai, yang penting kita saling menyapa dan melempar salam. Rindu
dimana kita mendakwah baik pada kawan-kawan kita, lalu berbagi ilmu secara
mulia ke sesama kita. Rindu melihat wajah akhi/ukhti yang menaruh senyum,
seakan itu sebenar-benarnya untuk ana.
Apakah kita sudah
mulai terlalu berat untuk sekadar menyapa saudara/i kita dengan sapaan,
“assalamualaikum, akhi/ukhti. Bagaimana kabarnya? Adakah sehat di sana?” Atau,
cenderung kita lebih ramah pada kawan biasa, tapi begitu garang dengan
saudara/i kita seperjuangan. Ana yakin tidak. Semoga ini hanya rasa-rasa di
dalam diri ana semata. Moga saja ini tiada lagi berlarut.
Ana ingat ketika
akhi/ukhti berujar, “bersuka-citalah dalam dakwah ini. Kita tiada semata
menyampaikan dakwah. Lebih dari itu, kita juga merasakan indahnya ukhuwah dalam
perjuangan yang sama-sama kita pikul bebannya ini.” Sejak itu, tiada berat,
bila masih kita topang bersama amanah ini. Namun, tiada pula remeh, sebab ia
mengandung marwah agama kita. Air dalam gelas yang tiada susah diangkat sebelah
tangan bisa tumpah bila jari-jarinya tak saling membuat seimbang. Ana harap
akhi/ukhti kembali menjadi jari-jari yang kita sama-sama menopang gelas itu
agar tiada lagi tumpah.
Jadi, akhi/ukhti.
Bila sempat, kapan kita buka puasa bersama lagi? Banyak yang ingin ana
sampaikan dalam kelakar kita esok. Ingin kembali melempar senyum pada
akhi/ukhti, karena kita saudara.
kiriman dari siapa nih min?
BalasHapusHamba Allah ^^
Hapus