Tatkala Hamba yang Tidak Ingin Mati Menonjok Malaikat Maut

 

Tatkala Hamba yang Tidak Ingin Mati Menonjok Malaikat Maut 

Oleh : Muhaskha Haspul Ruddin

 Divisi KSDB

Hubungan Internasional 2019

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

            


    Kematian adalah hal yang pasti terjadi dan setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Sering kita mendengar “mati di jalan Allah”, tapi apakah “hidup di jalan Allah” pernah terpikir oleh kita? Hidup di jalan Allah lebuh susah untuk mempertahankannya terlebih lagi di zaman yang penuh fitnah dan tipu daya seperti yang kita rasakan saat ini. “Barang siapa yang hidup di jalan Allah maka mati di jalan Allah” (Ali Al-Jifri).

            Tidak ada kata terlambat ataupun kecepatan bagi ajal jika waktunya sudah ditentukan. “Dan setiap umat mempunyai ajal. Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaatpun.” QS. Al-A’raf : 34. Oleh karena itu kita harus mempersiapkan bekal kita untuk menghadap sang pemilik kematian selagi kita masih diberi waktu untuk hidup di jalan Allah.

Eiitttss… tunggu dulu. Sebelum lanjut, penulis mau kasih tau sebelumnya kalau disini penulis mau berbagi kisah tentang kematian dari sudut pandang yang berbeda.

Jadi, disini tu penulis gak mau banyak membahas persiapan kematian karena penulis yakin kita semua sudah mengerti apa yang harus dipersiapkan untuk kematian kita, hanya saja apakah persiapan itu sudah dilakukan atau tidak yaaa let’s ask ourselves hehe…..

Okey go ahead.

            Berdasarkan keterangan yang ada pada judul artikel ini, “hamba” yang dimaksud adalah Nabi Musa as., salah satu dari lima nabi dan rasul yang diberi gelar ulul azmi (golongan rasul pilihan yang mempunyai ketabahan luar biasa). Ketika malaikat maut datang menemui beliau untuk menjemputnya, alih-alih memenuhi panggilan tersebut Nabi Musa malah meninju mata malaikat maut. Peristiwa ini dikisahkan dalam sebuah hadits qudsi dengan perawi Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Ahmad.

            Suatu ketika, malaikat maut datang kepada Musa as. dan berkata kepadanya, “Penuhilah perintah Tuhanmu!” Lalu Musa menonjok mata malaikat maut itu hingga keluar mata malaikat tersebut. Maka malaikat maut pun kembali kepada Tuhannya dan mengadu seraya berkata, “Engkau mengutus aku kepada seorang hamba yang tidak ingin mati. Dia telah menonjok mataku sampai keluar.” Kemudian Allah mengembalikan matanya, dan berfirman padanya, “Kembalilah pada hamba-Ku itu dan katakan padanya, ‘Engkau menginginkan hidup? Jika kau ingin tahu masa hidupmu, letakkan tanganmu di atas punggung sapi. Setiap rambut yang tertutup oleh tanganmu, terhitung satu tahun’.” Malaikat maut pun bertanya, “Wahai Tuhanku, kemudian setelah itu?” Allah berfirman, “Kemudian kematian. Sekarang saatnya sudah dekat”. Malaikat maut menemui Musa kembali dan menyampaikan apa yang dikatakan Allah swt. Musa berkata, “Dekatkanlah aku ke tanah yang disucikan dalam jarak sejauh lemparan batu darinya.” Beliau meminta kepada Allah agar mendekatkannya pada bumi yang disucikan dalam jarak sejauh lemparan batu. Perawi hadits berkata bahwa Rasulullah Muhammad saw. bersabda mengenai makam Musa, “Sungguh, seandainya aku  berada disana, tentu aku tunjukkan kepadamu mengenai kuburnya, di sisi jalan pada gundukan pasir merah.”

Nah… peristiwa di atas hanya berlaku pada hamba-hamba tertentu yaaa hehe… Seperti halnya ketika Rasulullah saw. yang ketika datang malaikat maut kepadanya, beliau diminta izinnya untuk merelakan malaikat maut itu untuk melaksanakan tugasnya.

Sooo, yuk renungi siapa diri kita ini siapa sihh?

Nabi atau Rasul? BUKAN

Ada jaminan masuk surga? TIDAK

Bergelimangan dosa? OO JELAS

Akhir kata, penulis memiinta maaf dan koreksi atas segala kesalahan yang ada karena sebagaimana halnya penulis merupakan seorang biasa yang tentunya sangat fakir akan ilmu dan insya Allah akan istiqomah untuk tetap menuntut ilmu dan memperbaiki diri.

شكرا و السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEPSEN PAMIT : Kesan Pesan Demisioner LSMI Almadani 2019

Mereka yang Berhijrah tanpa Menyentuh Bangku Pesantren