KAMPUS DAN MAHASISWA KEHILANGAN PRESPEKTIF

Oleh:  Nofri Andri Yulan

Presiden Mahasiswa UNRI


Mahasiswa merupakan kaum intelektual yang dilengkapi dengan peran dan fungsi yang konstruktif untuk perubahan. Intelektual yang dimiliki tidak menjadikan mahasiswa apatis dengan lingkungan sekitarnya, akan tetapi mahasiswa dengan kemampuan intelektualitas yang didapat, harus mampu menjawab realitas masyarakat yang ada pada saat ini yang banyak mengalami ketidakadilan, penindasan, kebodohan, kemiskinan dan kedzoliman oleh penguasa.


Paradoks ketika persoalan bangsa semakin kritis tapi kaum intelektual (mahasiswa)  bungkam dan diam seribu bahasa melihat realitas yang dirasakan oleh rakyat. Menghadapi dekadensi realitas sosial, rakyat yang terkungkung dalam kebingungan dan kaum intelektual yang menahan diri untuk melakukan sesuatu karena takut dengan penindasan dan nasib masa depan individual bisa disebut dengan intelektual materialistik-pragmatis, ini yang dikatakan  intelektual telah menjadi budak terhadap hawa nafsu.
Arus pemikiran dan desakan realitas berimplikasi terhadap paradigma tentang memaknai makna intelektual, arus ini yang berdampak sistemik terhadap pola berfikir yang mengakibatkan terjadinya dikotomi dalam berfikir bahwasanya kehidupan kampus dipisahkan dari kehidupan masyarakat, bahkan terkesan kampus tidak bisa memberikan kontribusi nyata terhadap realitas masyarakat.
Ada 3 yang menjadi paradigma kehidupan kampus yang termaktub dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat. Dari 3 pokok kehidupan kampus jelas terlihat bahwa kehidupan kampus tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat, yang mana tujuan dari Pergruan Tinggi yaitu, mampu mencetak generasi Intelekual yang mampu melakukan perubahan terhadap kondisi masyarakat. Akan tetapi, saat ini, ada yang salah dalam proses kehidupan kampus secara komprehensif mulai dari sistem, proses, meliputi proses belajar mengajar dan proses aktifitas kemahasiswaan yang tidak memberikan sense of belonging terhadap kondisi masyarakat. Pendidikan kampus terlau teoritis, seharusnya pendidikan kampus mampu memberikan ruang proses penyadaran bagi mahasiswa untuk berbuat terhadap masyarakat bukan jadi budak intelektual.
 Ali Syariati mengatakan,“misi suci kaum intelektual atau cendekiawan adalah membangkitkan dan membangun masyarakat. Dan melanjutkan kewajiban dalam membangun dan menerangi masyarakat hingga mampu memproduksi pribadi tangguh, kritis, independen, dan punya kepedulian sosial tinggi”. Ketika paradigma kampus tidak dikembalikan kepada makna kampus dan aktifitas mahasiswa yang sesungguhnya, maka kampus hanya dapat mencetak mahasiswa  yang memiliki karakter apatis, hedonis, pragmatis, meterealistik bahkan cenderung  sekuler dan hanya mendengar eforia perjuangan mahasiswa masa lalu tapi tidak terinternalisasi nilai-nilai perjuangan yang dilakukan didalam dirinya. Kampus dengan bermacam dinamika yang ada harus mengembalikan makna kampus itu sendiri secara komperhensip dan holistik tidak simbolik. Makna kampus sesungguhnya merupakan tempat menumbuhkembangkan moral, nasionalisme, idealisme, intelektual muda yang progresif yang mampu memberikan perubahan terhadap kondisi masyarakat. Dengan begitu, akan lahirlah mahasiswa yang paripurna yang memahami makna dan perannya dalam kehidupan masyarakat.
Melirik peran dan makna mahasiswa yang terjadi adalah distorsi semangat dan pencarian  makna itu sendiri, mahasiswa sudah kehilangan presfektis dikarenakan tidak memahami historis perjuangan mahasiswa, masyarakat yang  ada dipersimpangan jalan dan  kaum-kaum yang termarginalkan/mustadh’afin sudah tidak lagi menjadi ruh perjuangan lagi. Kehidupan yang serba glamor menjadi trend kehidupan mahasiswa yang tidak ubah sama dengan kehidupan elit. Harapan peran mahasiswa terhadap perubahan kondisi masyarakat merupakan hal mutlak yang harus dilakukan yang menjadi garis perjuangan mahasiswa untuk perubahan bangsa. Mahasiswa merupakan bagian dari struktur sosial yang tidak bisa dilepaskan dari masyarakat. Maknai kehidupan dan aktifis mahasiswa sesungguhnya adalah  proses perjuangan untuk perubahan kondisi masyrakat yang berbanding lurus dengan perubahan kondisi bangsa. Ada yang salah dengan pradigma mahasiswa ketika menjalankan kehidupan dan aktifitas dikampus. Kampus hanya dilihat sebagai aktifitas kuliah maka Kedepan pradigma gerakan mahasiswa adalah gerakan ilmiah, sosial politik, moral, dan gerakan sosial masyarakat.
Menurut Arbi Sanit (1999) gerakan mahasiswa mempunyai peranan yang sangat besar untuk perubahan masyarakat. Mahasiswa selalu mengambil peran sebagai pelopor dalam setiap perubahan. Keinginan yang sangat besar untuk melakukan perubahan adalah sifat yang sudah melekat pada mahasiswa yang berpikir kritis. Bila kita lihat gerakan yang dilakukan oleh mahasiawa Indonesia pada Mei 1998 yang lalu jelaslah bahwa mahasiswa mampu melibatkan diri dalam proses politik dan perubahan politik. Walaupun harus diakui segala gerakan dan tindakan mereka tidak selamanya benar, akan tetapi apa yang telah dikritik dan dilakukan oleh mahasiswa kadangkala akan menyadarkan nurani masyarakat. Kehidupan kampus tidak hanya kuliah tetapi banyak aktivitas yang dapat dilakukan, dikotomi aktivitas kampus yang hanya mengatakan  aktifitas kuliah saja, maka ini merupakan pradigma berfikir yang kurang tepat. Historis orde baru membungkam aktifitas kampus lainnya yaitu sosial masyarkat dan sosial politik. Oleh karena itu, mahasiswa harus memiliki pemikiran yang menyeluruh mengenai makna kampus dan mahasiswa, agar kampus dan mahasiswa tidak kehilangan prespektif.










Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEPSEN PAMIT : Kesan Pesan Demisioner LSMI Almadani 2019

Mereka yang Berhijrah tanpa Menyentuh Bangku Pesantren