Ilmu Pohon

"ILMU POHON"
Oleh : Muhammad Ali Akbar
Divisi Kaderisasi
Administrasi Publik 2018


Didalam kehidupan sehari-hari, kerap kali kita mendengar istilah pohon seribu guna. Iya benar, karena setiap bagian dari pohon tersebut dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk keperluan hidup pribadi maupun keperluan untuk masyarakat.

Namun, istilah yang disematkan kepada pohon tersebut kurang tepat. Karena sejatinya, pohon itu diciptakan bukan hanya untuk dimanfaatkan, tetapi juga untuk direnungkan serta kita fikirkan.

Pada penasaran bukan?? Mari kita simak penjelasan berikut…

Ketika sebuah pohon menumbuhkan daun dengan akarnya, tentu ia akan menumbuhkan bunga dan buahnya. Jika tak mampu menumbuhkan daun, maka bunga dan buahpun tidak akan pernah ada. Hal ini tentu akan membuat pohon  terlihat menjadi gersang.
 
Sama halnya dengan manusia, dengan akalnya manusia harus mampu menumbuhkan daun hidupnya yaitu usaha dan do’a. Jika usaha dan do’a itu telah ditumbuhkan oleh manusia, maka ia akan mampu menghasilkan buah hidupnya yaitu “kehidupan sejahtera”.

Selain itu, untuk menumbuhkan sebuah pohon, juga dibutuhkan air sebagai kekuatan serta menjadi penyemangat bagi kelangsungan hidup pohon tersebut. Jika pohon membutuhkan air, maka manusia juga membutuhkan air. Namun yang dibutuhkan bukanlah air biasa, melainkan AIR Tuhan (Agama, Ilmu, dan Ridho Tuhan). 




 
    1. Agama dan Ilmu
Agama merupakan sebuah hal yang fundamental bagi setiap manusia, karena agama diciptakan sebagai petunjuk, sebagai pedoman, serta sebagai bekal rohaniah bagi setiap insan dalam menjalani kehidupan.
Sementara ilmu merupakan modal dalam menjalani kehidupan, karena segala sesuatu itu pasti ada ilmunya. Selain itu, ilmu juga merupakan pendamping dari agama, karena agama dan ilmu tidak dapat dipisahkan. Nanti dia rindu, #eh
bercanda dikit yak, hehe… Yuk fokus lagi ikhwah.
“Ilmu tanpa agama buta,  dan agama tanpa ilmu lumpuh”.
Dapat kita bayangkan, jika seseorang memiliki ilmu pengetahuan yang hebat, mampu menciptakan nuklir, dan sebagainya, tapi tanpa disertai dengan pengetahuan agama, maka pengetahuannya yang hebat itu hanya akan digunakan untuk kepentingan nafsu pribadi saja. Mereka akan bertindak tanpa memikirkan nasib orang lain karena ilmu yang mereka ciptakan itu hanya untuk keuntungan mereka sendiri.
Orang cerdik yang demikian adalah orang yang buta hatinya. Tentu mereka akan bertindak sewenang-wenang karena hanya menuruti hawa nafsunya semata.
Sebaliknya, agama tanpa ilmu pengetahuan pincang namanya. Jika kita hanya melulu membicarakan soal akhirat tanpa mengindahkan ilmu pengetahuan yang ada, maka terbengkalailah hidup manusia. Soal akhirat bukan untuk ditakuti tetapi untuk dihadapi. Tentu untuk menghadapi akhirat tidaklah praktis, kita juga memerlukan modal ataupun bekal yang cukup dan mampu menyelamatkan kita di akhirat. Yaitu didalam menjalani kehidupan manusia itu harus selalu berbuat baik, menuntut ilmu, berusaha, dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kepada sesama manusia. Demikian pula antara ilmu pengetahuan dan agama harus seimbang. Ibarat tongkat dengan jalan, orang buta berjalan harus memakai tongkat agar tidak tersesat. Nah, ilmu pengetahuan adalah jalan yang akan ditempuh sedangkan agama adalah tongkatnya. 

Kita kembali ke pohon tadi…

Jika pohon telah tumbuh besar, maka akan ada burung-burung yang hinggap dan membuat sarang disitu. Pernahkah kita berpikir, bagaimana burung-burung itu bisa terbang?
“Karena ditakdirkan bisa terbang”, kurang tepat.
“Karena dia hidup”, masih  kurang tepat.
Burung bisa terbang karena dia “punya sayap”, dan dengan sayap itulah dia bisa hidup. Jika burung dapat hidup dengan sayapnya, maka manusia harus dapat hidup dengan akalnya. Nah, dengan akal itulah kita sebagai manusia harus mampu menumbuhkan daun kehidupan. Karena Allah Subhanahu wa ta’ala telah telah memerintahkan kepada kita untuk menuntut ilmu  dan pengetahuan sebagai salah satu daun kehidupan.
Allah akan meninggikan orang-orang beriman diantaramu dan diantara orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.S. Al-Mujadalah : 11 ).

       
       2. Ridho Tuhan (Allah Subhanahu wa ta’ala).
Setiap manusia sebaiknya mengharapkan keridhoan-Nya. Usaha harus dilakukan oleh setiap manusia tetapi Allah yang menentukan. Allah senantiasa mengikuti perbuatan-perbuatan manusia. Sukses dan gagalnya seorang manusia dalam suatu usaha bukanlah kesalahan-Nya, melainkan salah manusia itu sendiri. Jika mengalami kegagalan, maka ulangilah usaha itu lagi. Jika masih gagal juga ulangi sekali lagi. Dan jika gagal juga maka serahkan kegagalan itu kepada Allah. Adukan persoalan kita kepada-Nya, bahwa apa yang telah kita usahakan, apa yang telah kita munajatkan, telah gagal berkali-kali. Namun harus diingat, apakah kita telah mencoba dengan usaha yang lain??
Disitulah fungsi dari Ridho Allah berjalan. Jika Allah meridhoi, maka segala sesuatu yang kita inginkan pasti akan terjadi, dan tentu Allah akan memberikan kejutan kepada kita yang sebelumnya sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh kita.
Aisyah r.a. pernah menulis sesuatu kepada Muawiyah, yaitu :
“Sesungguhnya barangsiapa yang mencari keridhoan manusia dengan mendatangkan kemurkaan Allah, maka Allah akan murka kepadanya dan akan menjadikan manusia juga marah kepadanya, dan orang yang memujinya akan berubah menjadi mencelanya.

Dan barangsiapa yang mencari keridhoan Allah meskipun mendatangkan kemarahan manusia, maka Allah akan ridho kepadanya dan akan membuat mereka ridho kepadanya.”

Nah, demikianlah penjelasan mengenai pohon yang sejatinya telah mengajarkan kita akan banyak hal. Terlepas dari itu, kita kembalikan lagi ke pribadi kita masing-masing. 

Kita tanyakan pada diri kita. Bagaimana kita menjalani kehidupan? Hal apa yang sudah kita persiapkan untuk menghadapi akhirat kelak? Sudah sejauh mana kita menjalankan perintah-Nya? Semua pertanyaan itu hanya bisa dijawab oleh pribadi masing-masing.

Untuk itu, dengan umur yang ada saat ini, manfaatkanlah waktu dengan sebaik-baiknya. 

Lakukanlah apapun yang bisa kita lakukan, selagi itu sebuah kebaikan.

Jangan terlalu berharap pada yang ada, dan  jangan berputus harap pada yang tidak ada.
Karena sejatinya, kita punya dua pilihan. MEWARNAI atau DIWARNAI.

Jika kita tidak mampu MEWARNAI orang lain didalam hal kebaikan, maka berupayalah agar tidak DIWARNAI oleh orang lain didalam hal keburukan.


Semoga Bermanfaat
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEPSEN PAMIT : Kesan Pesan Demisioner LSMI Almadani 2019

Mereka yang Berhijrah tanpa Menyentuh Bangku Pesantren