AHSAN BUKAN AKSAR
Oleh : Pujiati 
Ilmu Sosiologi 2018
Anggota Divisi Kaderisasi 
...

Hai sahabat fillah, apa kabar kita hari ini? Bagaimana pula kabar iman kita saat ini?Sudahkah kita mengupgradenya hari ini?Atau, setidaknya apa yang sudah kita lakukan hari ini untuk tetap menjaga kestabilitasan keimanan kita? Atau justru yang kita lakukan hari ini bahkan saat ini hanyalah hal-hal yang mubah, atau hanyalah hal yang sia-sia sehingga tidak menambah ketaatan kita kepada Allah SWT, atau celakanya lagi jika yang kita perbanyak adalah kemaksiatan, astaghfirullahal’azim. 

Padahal semua kita sadar nih, bahwa setiap inci perbuatan yang kita lakukan akan Allah mintai pertanggungjawaban di yaumul hisab kelak.

Sobat, kira-kira bagaimana sih caranya agar kita tetap terjaga dari amal yang sia-sia? Karena keimanan itu juga perlu di-charger loh sobat, agar tsaqofah islamnya semakin mantap, ghirah dakwahnya selalu tersirap, dan yang paling penting adalah agar amal perbuatan kita bernilai pahala dimata Allah SWT. Hal inilah yang perlu kita ketahui sahabat fillah, apa itu ihsan? Kemudian bagaimana dengan aksar? Apa makna dan arti dibalik kedua kata tersebut? 

Ihsan berarti baik, dan aksar berarti banyak. Apa maksudnya? Ya, berbicara amal perbuatan agar tidak sia-sia, kita sebagai manusia yang tentunya kaum muslimin harus senantiasa melakukan amalan-amalan yang baik supaya diterima disisi Allah SWT, inilah yang disebut ihsanul amal. Amalan yang terbaik, sebagaimana firman Allah dalam Al-quran surah Al-Mulk ayat 1-2 yang artinya:

"Maha suci Allah yang di tangan-Nya lah segala kerajaan, dan dia maha kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan dia maha perkasa, maha pengampun."

Sahabat fillah, melalui ayat ini dapat kita pahami bahwasannya Allah itu menjadikan kita dan kemudian menguji kita siapa diantara kita yang paling baik amalannya, bukan siapa diantara kita yang paling banyak amalannya, yang disebut sebagai aksaru amalan. 

Maka dari itu berlomba-lomba lah kita semua untuk menabung amalan-amalan terbaik kita, agar di akhirat nanti kita tidak sendiri karena ada amal yang senantiasa menemani kita saat masa pertanggungjawaban nanti. 

Seorang ‘abid (ahli ibadah) menyatakan bahwasannya ada 2 syarat agar amalan kita bernilai pahala di mata Allah dan tentunya tidak sia-sia. Yang pertama adalah niat yang ikhlas, dan yang kedua adalah cara yang benar. Niat yang ikhlas berarti amalan yang kita lakukan semata-mata hanya ditujukan kepada Allah, untuk mendapatkan penilaian Allah, bukan untuk mencari penilaian manusia atau bahkan pujian dari manusia, naudzubillahi min dzalik. Karena penilaian manusia tidak selalu benar, bahkan penilaian manusia selalu saja khilaf, jika kita selalu mencari penilaian manusia, kepuasan itu tidak akan pernah terpenuhi, terkadang yang kita lakukan dan kita anggap benar namun di mata manusia lain selalu saja salah. 

Berbeda dengan Allah SWT, sang khaliq tidak akan pernah salah menilai, dia lah hakim tertinggi di atas semua hakim di Dunia ini. Penilaian Allah selalu objektif, sesuai dengan apa yang kita lakukan. Jika kita melakukan kebajikan, maka pahala lah yang akan kita dapatkan. Begitu pula sebaliknya, jika kita melakukan kemaksiatan, dosa lah yang akan kita dapatkan. Maka dari itu kita harus melakukan segala perbuatan kita dengan ikhlas semata-mata hanya untuk Allah. 

Kemudian cara yang benar, bagaimana dengan hal ini? Cara yang benar ialah ketika kita melakukan segala amal perbatan kita harus sejalan dan sesuai dengan Al-quran dan hadist, agar kita tahu dan dapat membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Kemudian tentunya timbul pertanyaan dalam benak kita apakah selama ini amal perbuatan kita sudah kita lakukan dengan benar? Apakah kita sudah ikhlas? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang kita sendiri pun bingung menjawabnya. Untuk itu seorang ahli ibadah AL-FUDHAIL BIN IYADH mengatakan ciri-ciri terpenuhinya kedua syarat tersebut agar amal ibadah kita diterima disisi Allah SWT ada beberapa macam :

Niat yang iklhas. Ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Sabar, sabar disini berarti sabar tanpa batas dalam segala hal, sabar dalam berbuat kebaikan, dan sabar dalam meninggalkan yang haram. Sabar itu sangat sulit, apalagi sabar dalam meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Untuk itu diperlukan usaha ekstra dalam memupuk kesabaran kita ya sahabat.

2. Tunduk pada kebenaran, tunduk pada kebenaran berarti siap, siap dalam arti menerima kritikan dan masukan dari orang lain apabila orang lain mempunyai pendapat bahwa apa yang kita lakukan adalah hal yang salah, sebagai orang yang ikhlas kita harus siap menerima itu semua,
Tidak gampang berfatwa, artinya sebagai orang yang beriman kita tidak boleh dengan mudahnya menetapkan suatu hukum kepada orang lain, misalnya dengan mudahnya kita menetapkan sesuatu itu halal atau haramnya tanpa kita bertabayyun terlebih dahulu dalam mencari kebenarnnya.

3. Tidak malu mengatakan saya tidak tahu, sebagai orang beriman kita tidak boleh malu mengatakan jika kita tidak mengetahui sesuatu yang orang pertanyakan kepada kita tentang agama, kita harus jujur mengatakan bahwa kita tidak tahu dan kemudian kita mencari tahu dengan kembali mempelajari hal-hal yang mungkin belum kita ketahui.

4. Menyatukan islam dengan sempurna dalam dirinya, ciri-ciri ikhlas yang ke empat ini adalah dengan cara mengkaji islam.

Cara yang benar. Ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Bagaimana cara yang benar dalam melakukan amal perbuatan kita agar amalan kita tidak sia-sia? Jawabannya adalah menyelaraskan apa yang kita lakukan dengan Al-quran dan hadist sebagai sumber-sumber hukum islam. Artinya setiap amalan yang kita lakukan harus sesuai dengan hukum syara’, supaya dalam beramal kita tahu mana halal mana haram, mana sunnah mana mubah, mana makruh dan mana yang haram. Barulah amalan kita dapat dikatakan amalan yang baik disisi Allah SWT.

Begitulah islam mengatur kehidupan, islam merupakan agama yang sempurna segala amal perbuatan manusia ada hukum yang mangaturnya, untuk itu persiapkanlah diri kita sebaik mungkin dalam menjalani kehidupan yang hanya tiga hari ini, yakni hari kemarin, hari ini, dan hari esok. Kita hanyalah orang asing yang beristirahat sejenak di bawah pohan rindang yang nantinya kita akan pulang kembali ke rumah kita tempat dimana kita tinggal. 

Jika selama ini kita masih sibuk mengejar dunia, yuk perbaiki lagi keinginannya. Jika kita sibuk mengejar dunia, dunia ini akan semakin jauh dari genggaman kita dan tidak akan pernah kita dapatkan, jika kita mengejar dunia kita akan kehilangan kedua-duanya, kehilangan dunia dan akhirat kita, kita akan tergolong sebagai orang yang merugi, yang tidak bisa memanfaatkan waktu hidup dengan baik. 

Namun akan berbeda keadaannya jika kita menyibukkan diri untuk mengejar akhirat, dunia dan akhirat insyaAllah akan kita dapatkan. 

Mari kita istiqomahkan diri dalam ketaatan, tunduk dan patuh terhadap perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah. Tanamkan kepada diri untuk terus berbuat baik walaupun banyak dari mereka yang mencela, jangan hiraukan segala penilaian manusia, sebab manusia hanya menilai dari mata, namun Allah menilai dari hati kita. 

Semoga tulisan ini bisa menjadi penyemangat kita bagi kita semua, dakwah itu tidak harus melalu lisan, melainkan juga bisa melalui tulisan. Untuk itu teruslah melangkah meskipun tertatih-tatih, semoga jalan ini nantinya bisa menjadi hujjah kita dihadapan Allah atas firman-Nya dalam Q.S Adz-Dzariyat : 56. Bahwasannya dakwah adalah suatu bentuk ibadah sepanjang hayat, bahkan ketika raga sudah tidak lagi berada di permukaan bumi. 

Wallahu a’lam bish shawab…

Komentar

  1. Masya Allah... Amalan yang sedikit lebih baik jika benar amalannya, dan istiqomah melakukannya. Dibandingkan banyak tetapi tidak istiqomah.. .
    Meskipun perkara istiqomah (sabar dalam ketaatan) termasuk perkara yg berat, tetapi inilah yang menjadi tiket untuk masuk syurga. Karna syurga hanya dapat dibeli dengan harga yang mahal.

    Syukron kepada penulisnya. Semoga istiqomah ��

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEPSEN PAMIT : Kesan Pesan Demisioner LSMI Almadani 2019

Mereka yang Berhijrah tanpa Menyentuh Bangku Pesantren